Breaking

Preman Terminal Joyoboyo



"Ada rupiah, ada untung, ada tim pencari untung "

Kalimat tersebut tiba - tiba muncul di benak saya ketika melihat hiruk - pikuk Terminal Joyoboyo (TJ) Surabaya. Disana (TJ), ada banyak gerombolan manusia yang berkepentingan: Tukang parkir, pemilik warung, pengamen, penumpang, dan beberapa gerombol lagi tak dapat saya identifikasi asal -usulnya.

Menjelang senja, di sebuah warung kopi ,Bu Mir (Sapaan akrab pemilik warkop) mengulas langkahnya hingga sampai di Joyoboyo. "Saya dulu tinggal di Madura, mas. Setelah menikah dengan laki - laki Jawa, saya menetap di sini (Joyoboyo). Soalnya lebih mudah cari uang" Jelasnya singkat.
Diseberang jalan terlihat pengamen (kayak Klanting, IMB). Menurut keterangan Bu Mir, setiap bulan pajak yang harus dibayar sebesar Rp. 300.000; : "Klo bayar cuma ke kantor terminal, klo Preman gak pernah narik pajak" Terang bu Mir. Keterangan tersebut menunjukkan bahwa Preman tidak bermasalah dengan para pedagang.

Berdasarkan kondisi sosial penghuni TJ, kumpulan yang terindikasi sebagai Preman TJ hanya berkumpul dengan komunitasnya: Para Preman. Hal tersebut diketahui berdasarkan penampilan fisiologisnya: Tato, pakaian compang - camping, tindik telinga, gaya bicara, dan watak keras yang mencerminkan sifat umum Preman. Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan, kedua data memiliki kesesuaian yaitu penghasilan utama preman adalah dari anggota preman itu sendiri (pajak / iuran anggota).
Diberdayakan oleh Blogger.