Pesan Ibu untuk Waktuku
Dia melihat baju kotor dan nodanya rasa-rasanya bukan dari tahi, ludah ataupun tetesan kecap dapur yang dia masak tadi pagi.
"Baju itu kalau kotor di cuci, di jemur sampai kering. Kau bisa menyetrikanya sebelum kemudian kau pakai," seorang tua mulutnya sama keriputnya dengan pipi dan kulit lainnya. Anak laki-laki yang tak pernah dia lahirkan, sambil memainkan jari, menundukkan mukanya. Katanya menjawab, masalahnya, Bu, aku belum tahu caranya menyuci pakaian; kapan, bagaimana, dimana dan dengan apa, aku tidak tahu.
Sang ibu memberikan tangan kanannya. "Ayo ikut Ibu!"
Di tempat sepi, pohon-pohon bersenggama dengan reranting dan angin mendesah dengan suka ria. Ibu menarik panjang napasnya. Aku mendelik, sedikit ludah kutelan lagi. Kata Ibu: "Baju kotor dan baju rusak punya nasib yang sama. Kalau pemiliknya pemurah dan hatinya bukan dari batu, pakaian itu beruntung berdayaguna ulang. Ditangan angkuh dan pemalas yang kebetulan tak kesulitan makan-minum, baju kotor dan rusak berakhir di tempat sampah. Percayalah, tak semua harus di buang. Kala ada yang perlu di cuci dan diperbaiki," kemudian Ibu pergi, meninggalkan bekas pada keringat yang dia seka dengan tangan kasarnya, dengan penuh kelembutan.
"Sekarang, waktunya kamu belajar dengan pohon, nak."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar