Breaking

Balkanisasi Lima Rupa



transparent
; border: 3px green double; padding: 10px; text-align: left;"> Balkan, pemecahan sesuatu yang awalnya satu, menjadi berbagai-bagai.
Ini adalah kabar dari terbalkannya lima rupa yang awalnya sepakat untuk ber-satu. Mengandai, seperti jalan satu lajur, dan kini sampai di persimpangan. Tepat bersamaan lampu merah. Saat ini, lima rupa itu sudah sampai pada lampu kuning: siap-siap. Bagitulah awal mula (kemungkinan) balkanisasi. Bisa mungkin satu belok kanan, satu belok kiri, satu lurus dan lebihnya balik kanan. Tapi, juga bisa berkemungkinan semuanya satu jalur. Tinggal menunggu kepastian, apakah persimpangan itu menerapkan sistem jalur searah, atau bebas sebebas-bebasnya.
Menapaki jejak lima rupa, sebenarnya, aku sendiri yakin bahwa semuanya masih dengan keperihatinan yang sama; masih dengan keyakinan yang sama, dan; masih dengan jalur perjuangan yang sama. Kita perlu meyakini bahwa saling rela dan memahami adalah kesadaran menjaga persatuan. Justru memaksa untuk satu, adalah perpecahan yang nyata. Kita ini nusantara, kita ini Indonesia. Bhineka Tunggal Ika itu sudah mendarah-daging.
Makanya, jangan memaksa orang Indonesia berjubah terus atas alibi persatuan. Lebih arif lagi, biarkan koteka, batik, jarik, dan busana beraneka rupa tetap menetap di atap masing-masing rumah mereka. Yang satu cukup ruh perjuangannya: bahwa kebaikan adalah hak segala bangsa. Dan oleh sebab itu, maka, penjajahan pengerdilan pemikiran harus terhapuskan.
Pengerdilan pemikiran itu, misal, yang bukan kita dianggap lawan. Yang bukan kita tidak benar. Yang bukan kita bukan kita dan kita lihat mereka dengan memincingkan mata. Egosentrisme sektoral derajat paling bejat itu sudah harus disudahi.
Biarkanlah lampu hijau memersilakan kemana jalan tempuh, jarak tempuh dan kecepan tempuh yang mereka pilih masing-masing. Saat ini, kita hanya butuh satu hal: saling memercayai. Positif thingking modalnya, doa dan usaha jalan menempuhnya dan nurani kemanusiaan aturan perjalanannya.
Coretanku, tentang kita bersama cinta yang penuh kemesraan. 
Em Ruddy

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.