Breaking

Manusia Murid

Festival Sholawat Al Banjari dan Tilawah Al Qur'an se-Madura di UNIRA, Pamekasan.


Saat saya ikut lomba, selama 10 menit perform, ada 1 kesalahan kecil (khafi) dan 2 kesalahan besar (jali).

Hal yang sama terulang hingga 3 kali lomba. Dan penempatan kesalahan pada lomba pertama pada menit awal, lomba kedua pada menit pertengahan, dan di lomba ketiga pada menit terakhir.

Semua hasilnya sama, dapat nilai 70 poin. Saya menerima dengan lapang dada.

Setelah turun dari panggung, saya berjalan ke mana saja. Betapa kagetnya, ternyata hidup sudah ini mirip seperti lomba. Kesalahan di awal, ditengah, maupun diakhir, oleh manusia tetap dicatat dengan tanpa penghapusan.

Di dalam sebuah perkumpulan malam itu, seorang teman saya yang mempelajari Psikologi Kepribadian manusia, dia mengatakan bahwa perasaan buruk sangka lebih berpotensi untuk membekas dalam ingatan dibandingkan dengan baik sangka.

"Lantas, bagaimana semestinya untuk berbuat bijak di hidup kita?" tanya saya.

Dia menjawab, dalam diri manusia ada nur muhammad, terkandung sifat-sifat samawi. Maka, hendaknya kita berusaha meniru warga masyarakat langit, norma-norma samawiyyah.

Sampai pada malam yang larut, dia mengatakan bahwa sistem kelapangan Tuhan kepada mahluk atas toleransi kepada dosa/kesalahan teramatlah besar.

"Niat buruk yang tidak dilakukan, tidak dianggap berdosa. Niat baik yang belum terlaksana, sudah dicatat pahala; sementara, niat buruk yang telah terlaksana, juga belum dicatat dosa, tapi dicatat dalam catatan khusus, yang bisa terhapus tatkala hamba memohon maaf yang nasuha." begitu dia membeberkan.

Mari, kita singkirkan kebiasaan kita dari sifat menjadi "Juri" dari orang lain. Sebab, sesama murid, dilarang mengisi rapor murid yang lain. Selama hidup, manusia adalah murid bagi kehidupan.

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.