Breaking

Media Sosial dan Permasalahan Penggunanya


Orang yang punya gawai, ponsel, bisa dipastikan memiliki akun media sosial. Bahkan anda yang sedang membaca tulisan ini pun juga demikian.

Yang menjadi persoalan adalah bagaimana cara menanggapi permasalahan yang menyelimuti pengguna media sosial. Ini sangat gampang ditulis, tapi sulit dilaksanakan!

Beberapa permasalahan yang ada di media sosial seperti berikut ini:

1. Bullying
Seseorang bisa dengan mudah membuat postingan yang berisi olok-olok. Biasanya, jika olok-olokan itu ditujukan kepada orang yang kenal dengan dirinya, maka tidak akan menyebut nama secara langsung. Dan, jika yang diolok-olok adalah orang yang tidak mengenalnya, maka kebanyakan disebut namanya. Ini terjadi jika pengguna mongolok-olok pejabat publik, misalnya.

2. Baku Hantam di Komentar
Fenomena ini sangat mengganggu. Kita bisa melihat bagaimana perilaku pengguna media sosial menyikapi suatu unggahan. Saya ambil contoh ketika seseorang mengunggah foto kejadian kecelakaan lalulintas karena anak di bawah umur ugal-ugalan.

Pada unggahan tersebut, dikolom komentar banyak yang menanggapi. "Mati saja tuh anak! Ugal-ugalan keyak jalan sendiri." , "Anak balap liar samapah!" , "Semoga tidak terulang lagi!", "Orang tua gimana, sih, ngawasin anaknya!"

Kira-kira begitulah sedikit contoh komentar netizen.

Namun, dari komentar tersebut, bayak pula yang akhirnya baku hantam. Ada yang komentar menantang tawuran karena tidak terima dengan komentar orang yang justru menyalahkan anak tersebut. Ada yang saling melempar kata-kata makian yang pedih.

Bagaimana jika anak-anak remaja, atau pengguna baru media sosial yang tidak mengerti apa-apa? Yaps! Potensi mereka ikut-ikut dan larut dalam komentar saling serang yang TIDAK BERGUNA sangat besar. Bahayanya, jika hal yang ada di media sosial, diterapkan juga dalam kehidupan sehari-hari.

3. Kebebasan

Tidak ada yang bebas. Perilaku pengguna Media Sosial itu diatur dalam Undang-Undang ITE.

Yaps! Memang benar ada aturannya. Tapi dalam praktik penyaringan konten, algoritma media sosial tidak serta merta bisa spesifik. Tidak bisa mendeteksi dengan sangat jeli.

Orang bebas mau curhat tentang hubungan pertemanan yang hancur lebur; orang bebas mau curhat tentang suaminya yang lagi menganggur; orang bebas mau mengunggah gambar yang harusnya tidk diunggah. Bebas! Sebebas-bebasnya. Maka, user atau pengguna, dalam hal ini kita sendiri, yang bisa memfilter apa saja yang ingin kita bagikan dan kita tanggapi.

Perlu diketahui, prosuk informasi di media sosial itu tidak ada yang final. Pada kabar yang disampaikan oleh pihak yang kredible, terpercaya, kita masih perlu tabayyun. Perlu klarifikasi validitasnya. So, memang manusia mahluk yang bebas, tapi tidak semuanya perlu kita bebaskan.

Tapi, mas, kalau media sosial isinya cuman motivasi kan nggak seru!

Eh, maksud saya bukan berarti kita tiap hari harus share motivasi. Tapi setidaknya kita bisa tidak menambah gaduh media sosial yang sudah gaduh. Tidak mendramatisir kondisi kita sendiri yang tujuannya, saya yakin, untuk mendapatan empati banyak orang.

Tidak begitu. Kita bisa menggunkan media sosial sebagai sarana pendukung perkembangan diri kita. Misal anda seorang pedagang, anda bisa gabung ke komunitas pedangan dan dapatkan banyak pengalaman dari sharing dengan kawan sesama pedagang di sana. Misal anda adalah penulis, cari teman-teman penulis yang pastinya akan membantu anda untuk lebih produktif dan lebih baik lagi.

Sekarang sudah tidak lagi jamannya saling serang di komentar. Itu norak. Kita akan ketinggalan jauh degan orang-orang maju, yang selalu memperbaiki diri. Yang selalu mengevaluasi diri. Kalah jauh, bos! Ini bukan isapan jempol belaka.

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.